Rabu, 13 Februari 2013

ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH
ROHIS “DARUL ‘ULUM” MAN GOMBONG
Jalan Karangbolong Km 01 PO Box 135 Telp. (0287) 473029-473149

                                        Gombong, 30 Maret 2012
No     : 04/pan.kgtn/rohis/III/2012
Lamp.    : -
Hal    : Permohonan

Yth.
Bapak/ibu/sdr/i
…………………….
Di tempat

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
   
    Piji syukur kehadirat Allah SWT. , yang telh memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya yang istiqomah dengan sunah-sunahnya.
    Selanjutnya berhubungan dengan diadakannya kajian rutin Rohis Darul ‘Ulum MAN Gombong, kami bermaksud meminta permohonan kepada Bapak Azhar Syafrudin ( Staf pengajar STIE Muhammadiyah Cilacap ) sebagai pengisi kajian rutin Rohis dalam acara “BEDAH BUKU” pada :
Hari         :  Rabu
Tanggal    :  4 April 2012
Waktu        : 14.00 WIB s/d selesai
Tempat    : MAN Gombong
    Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami sampaikan terimakasih dan semoga Allah SWT.meridhoi langkah kita. Amiin.

Wallohua’lam bisshowab.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

                                        Gombong, 30 Maret 2012
                                           
Ketua Rohis DU




Siti Ro’isah        Sekretaris




Dewi Atikoh

Pembina Rohis DU




Kaham, S.Ag
NIP. 19701231 200701 1 369   


Mengetahui
Kepala Madrasah    Waka Kesiswaan




Dra. Sufiyanah
NIP. 1969026 199803 2 003

   

Drs. Imam Sayoga
NIP. 19620618 198603 1 003
   




ELENA
OlehDewiEidelweiz

“Anak baru ya ?” tanyaku di sela-sela menyuap nasi goreng ke mulutku.
“Iya . Baru saja tadi masuk terus nemuin gelang cantik . Secantik pemilknya .”
“Enak saja . Cantikkan pemiliknya kali .”
Fian tertawa mendengar elakanku. “Di gelang itu ada ukiran RANGGA LOVE ELENA. Emmm Rangga itu pasti pacarmu  ,bukan ?”
Aku tersenyum mengangguk padanya . “Itu dia orangnya .” Tunjukku pada cowok jangkung berbadan atletis kulit putih bersih , cakep dan pintar ,yang tengah berjalan menghampiriku .
“Teman baru ?” tanya Rangga di sampingku .
“Iya . Kenalin , ini Fian . Fian , ini Rangga yang barusan kita bicarakan .” Kataku memperkenalkan mereka berdua .
“Nice to meet you .”Sambut Rangga .
“Nice to meet you too.”Tanggap Fian lalu menjabat tangan Rangga. Sekilas kulihat di kedua mata cowok itu ada satu kilatan aneh .Rangga lalu duduk diam di sampingku tanpa menyanding apapun di hadapannya . Suasana terasa kaku dan Fian jadi buru-buru pergi.
“Siapa dia ?”tanya Rangga ketika Fian berlalu . Aku tahu , dia bukan menanyakan nama tapi menuntut penjelasan lain .
“Dia yang menemukan gelang hadiah darimu .”
“Coba sini gelangnya mana ?”
Aku menyerahkan gelang berukir RANGGA LOVE ELENA itu yang belum sempat kupakai ke tangan Rangga . Dia mengamati sejenak lalu memakaikannya di pergelangan tangan kananku sembari berbisik....
“Aku nggak suka sama dia , Elena .”
Aku tercenung sesaat .” Kenapa ?”
“Akan aku perjelas tapi bukan disini .” Ucapnya . “Kamu harus berhati-hati .”
Rangga mengacak rambutku seperti biasa . Meninggalkan sepotong senyum manisnya untukku sebelum akhirnya meninggalkanku sendirian .
“Cemburukah kamu , Rangga ?” batinku menatap punggungnya .
*
Langit bersih dari awan . Bintang bertaburan laksana permata di permadani hitam . Ramai . Seramai muda-mudi yang berjalan lalu lalang . Malam minggu yang cerah .
“Kurasa Fian adalah Enore . Dia pasti sedang mengincar kita berdua .”Kataku mengawali obrolan .
Enore adalah manusia yang ingin menguasai dunia dan keabadian dengan segala cara bahkan menjadi iblis sekalipun . Aku dan Elena menjadi target mereka karena mewarisi kalung sayap langit . Ya , kalung berliontin kepala raja wali dengan sepasang sayap di dalam lingkaran dua naga itu dapat mengantarkan mereka pada cita-citanya itu .Bukan dengan memiliki kalung tapi dengan menguras kemampuan pemiliknya .
“Tidak mungkin , Rangga . Jika itu benar seharusnya aku merasakan ketidak beresan pada Fian . “
“Kemampuanmu sedang menurun lantaran jarang di latih .”
“Hmmmm . Mengajakku duel ?”
Aku menggeleng . “Kau harusnya mendengarku . Aku merasakan aura hitam dari tubuhnya .”
“Oh...Jadi kata-kataku tak perlu di dengar ?” suara Elena meninggi, aku mendekatkan jari telunjuk ke bibirku sebagai isyarat .
“Kalau begitu berikan bukti padaku .”Tantang Elena meski hampir berupa bisikan namun matanya tajam berkilat .
“Tentu . Aku tak perlu repot-repot sebab waktu yang akan membuktikannya .” Aku menyambut tantangannya tanpa ragu .
Elena bungkam hingga aku mengantarkannya pulang. “Kau cuma cemburu, Rangga.” Bisiknya ketika turun dari motorku.
“Ukh..Cemburu ? yang benar saja.”
Esoknya. Seminggu kemudian bahkan hingga genap sebulan dari perdebatan di malam minggu itu, dia , alias Elena masih belum memercayaiku. Padahal dua minggu yang lalu secara tak sengaja dia melihat tanda segitiga di lengan Fian, layaknya yang di miliki manusia Enore. Tapi dia masih berdalih bahwa itupun belum cukup. Dia memang gadis yang teguh pendirian mungkin lebih bagus dibilang keras kepala.
*
“Elena lagi dekat sama Fian si anak baru itu ya ?” celetuk Ian. Aku cuma mengangkat bahu lalu memasukkan sesendok nasi ke mulut.
“Hati-hati, Rangga. Kelihatannya saja anak itu kalem sok baik.” Tambah Gara.
“Caca cewek gue aja malah sering ngomongin orang satu itu.” Raka memuntahkan unek-uneknya
“Nasip. Ternyata aku punya saudara senasib.”Ian menepuk pundak Raka.
“Kalian bisa diam nggak sih?” Aku meraih gelas berisi air putih dan meneguknya sekali. Nafsu makanku langsung hilang. Ian dan Raka berpandangan lalu beralih padaku.
“Cabut!”Ian berlalu di ikuti Raka.
Kuteguk lagi air dalam gelas hingga habis. Ketika gelas tegak dimeja kembali Gara masih di tempatnya menatapku tajam. “Aku lagi bad mood. Salah-salah aku mengusirmu..”
“Aku tahu.” Potongnya cepat. “Bukan memanas-manasimu. Kemarin sore aku dengar Elena ada janjian dengan Fian untuk belajar bareng di sekolah ini, nanti sepulang sekolah.
“Thanks.”
Gara menghembuskan nafas keras hingga bisa kudengar. Dia berdiri lalu menepuk bahuku sekali. “Hati-hati.”
Sepi. Gara tlah pergi. Tapi perkataannya benar. Sama persis seperti firasat buruk yang sudah mendekam di kepalaku sedari pagi.
*
Maka disinilah aku. Di koridor yang sepi. Mencegat Elena seorang
“Tidak usah menemuinya. Aku punya firasat buruk.”
Elena menatapku dengan sorot mata tak suka kemudian membalikkan badan melangkah pergi. “Tunggu.” Aku mengejarnya.Elena menghentikan langkahnya tanpa sudi menatapku.
“Sudah sebulan. Buat apa menungguku selama itu hanya untuk merampas kemampuanku?”
“Setiap Enore menunggu hingga mangsanya lengah.” Aku menyandarkan tubuhku ke dinding kelas X1 A. “Bukankah firasatku jarang meleset?”
“Huh. Tak usah over protektif padaku, Rangga. Aku bisa jaga diri.” Kata-kata Elena terdengar seolah aku meremehkannya. “Aku Cuma di sekolah.” Itu ucapan terakhirnya sebelum berlalu dari pandanganku. Aku mengacak rambut dengan kesal.
Seekor Sky Fish, makhluk angkasa misterius dengan kemampuan terbang luar biasa cepat tanpa suara dan dapat merekam kejadian dengan baik, tercipta, hanya dengan sekali gerakan tanganku. Sky Fish itu melesat memata-matai Elena. Memastikan dia selalu baik-baik saja.
Siang ini aku pulang sendiri. Mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi. Angin menerpaku. Rasanya seolah kekhawatiranku ikut terseret oleh angin. “Benarkah aku terlalu over protektif?” tanyaku pada diri sendiri sembari mengerem dengan tiba-tiba sebab di depanku melintas truk dengan muatan penuh batu.
*
“Ini adalah kematianmu..”
“Arggggggh..Kau...”Elena berusaha melepaskan dirinya dari cengkeraman Fian.
“Bersiaplah. Buat aku abadi ha ha ha .”
Tubuh Elena terasa terkunci. Dia tidak bisa menggerakkan tangan dan kakinya. Separuh wajah Fian seolah mengelupas dan menyeringai. “Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaak.”Jerit Elena sekuat tenaga.
*
Pluk ! Sky Fish jatuh di tanganku tepat ketika aku terbangun dari mimpi buruk. Sky Fish berpendar menjadi cahaya menyatu dengan tubuhku. Aku tersentak menerima informasi dari Sky Fish. Elena ! Elena dalam bahaya. Aku berlari menuruni tangga seperti orang di kejar-kejar setan.
“Mau kemana, Rangga?” tanya kakakku. Aku tak peduli. Secepat kilat aku memacu motorku meninggalkan kakakku dengan rasa ingin tahunya. Tunggu aku Elena....
*
Buk ! Buk ! Brakk !
Tubuhku terpelanting ke lantai. Mataku berkunang-kunang. Dadaku nyeri. Oh..Mulutku asin. Pasti itu darah. Aku berusaha duduk memulihkan keadaanku. Didepan sana terdengar besi beradu. Ketika aku pulih aku terkejut setengah tak percaya. Rangga menolongku dan kini berusaha meladeni serangan Fian dengan pedang cahaya hijaunya. Oh..Aku berhutang nyawa padanya.
Secepatnya kugelar perisai agar ruangan ini tak hancur kemudian turun ke pertempuran. Kulancarkan satu cahaya pelangi penghancur ke arah Fian. Dia mengelak dan cahaya itu melabrak perisai. Fian lalu membalas dengan melepaskan tiga kuku besi dari jarinya. Aku mencelat keatas menghindar. Berhasil. Tek tek tek! Ketiga kuku itu menancap di perisai dan suatu saat dapat menjadi senjata makan tuan bagi Fian.
Buk ! Satu tendangan Fian mendarat di dada Rangga membuatnya terpelanting. Ada darah di sudut bibirnya. Sringgg satu kuku besi kugunakan menghadang Fian yang ingin mengejar Rangga. Dengan satu kedipan mata aku tlah berdiri di hadapan Fian.
“Tak akan kumaafkan.”
Fian tersenyum mengejek. Matanya merah menggidikkan. “Waktumu sudah habis.” Setelah berkata seperti itu tujuh kuku jari besinya yang tersisa di hunuskan ke hadapanku. Satu kuku besi yang tadi kugunakan menghadangnya beradu dengan tujuh kuku lainnya. Terdengar bunyi trang berkepanjangan. Buk ! Aku berhasil memberinya satu tendangan ke arah dada.
“Awassss!” teriak Rangga tepat ketika ada cahaya merah melabrakku dari depan. Aku mencelat naik dan mendarat di atas air. Aku selamat dan cahaya merah itu menghantam perisaiku hingga hampir retak membuat kedua kakiku gemetar dan dadaku semakin nyeri saja.
Rangga berhasil memberi pukulan balasan namun pukulan Fian juga menyerempet bahunya. “Rangga  !” teriakku melihatnya terkunci dengan dua tangan di belakang dan tangan Fian melintang di lehernya. Fian tertawa berkepanjangan.
“Elena, lari !” perintah Rangga. “Bukti itu sudah datang, bukan?”
“Bicara saja semaumu, Rangga tolol.”Fian memaki.
Aku mematung. “Pulanglah.”Perintahnya lagi. Bertahanlah.Jangan mati konyol.” Ucapnya lagi melihatku tak bereaksi. Aku harus menghentikan Fian.
Tubuh Fian berselimut api merah. Aku menerjangnya. Fian begitu tangguh dengan seperti itu saja dia meladeniku dengan kedua kakinya. “Serap hingga habis.” Ucap Fian laksana mantra. Buk ! tendangan Fian membuat tubuhku terpelanting lagi ke lantai. Air bergejolak. Rangga memucat, mulutnya mengucurkan darah hingga mengotori bajunya.
“Ranggaku...”Ucapku tak berdaya melihat cahaya hijau dari dalam diri Rangga tersedot keluar menyelimuti Fian bercampur dengan api merah.
Bruk ! Fian melempar Rangga ke lantai. Tubuh Fian penuh cahaya api merah yang semakin berkobar. Besar menjilat jilat.
“Kenapa Cuma seperti ini?” Geram Fian. “Oh mungkin harus kugenapkan dua pewaris kalung sayap langit. “Ucapnya menyeringai padaku.
Tubuhku bergetar. Cahaya pelangi berpendar menyilaukan dari tubuhku. Semakin besar dan menyilaukan. “Kembalikan milik, Rangga.” Aku berdiri tegak. Kemarahanku meledak melihat Rangga tak berkutik. Dua kuku yang tersisa menyerang Fian namun dia menyambutnya dengan jarinya yang kosong. Kuku itu masuk mendesak dalam. “Argggg.” Teriaknya dengan jari berdarah.
Aku melipat gandakan kekuatan hingga airpun bergelolak. Rambut panjangku berkobar seolah ditiup angin. Aku tahu ini ilmu terlarang dan belum kukuasai dengan baik. Mungkin setelah ini aku akan mati. Menyusul Rangga.
“Elena. Hentikan bodoh.” Itu suara Rangga. Ah dia masih hidup rupanya.
“Arggh.”Fian berteriak kesakitan. Api merahnya meredup di tekan cahaya hijau milik Rangga. Ketika aku melirik ke arah Rangga, dia tegak dengan tangan kanan menghadap ke arah Fian.
“Arghhhh Rangga sialan. Apa yang kau lakukan?” tanya Fian memberontak di udara.
“Merongrong tubuhmu. Membiarkan kau menyerap ilmu pengendali jarak jauh. Silahkan rasakan.” Rangga terbatuk .
“Kurang ajar !” Maki Fian.
“Hancurkan !” Perintah Rangga. Cahaya penghancur berpendar dari dua kalung sayap langit dan menderu ke arah Fian. Rangga mengatupkan jari jemari yang menghadap ke arah Fian dan....
“Tidakkkk!” Jerit Fian memilukan. Dia hancur menjadi debu yang kemudian luruh ke lantai. Seluruh cahaya maupun perisaiku berpendar kembali pada pemiliknya. Perlahan-lahan pula cahaya pelangi dari tubuhku susut dan aku jatuh berlutut dengan tubuh terasa lemah. “Telah berakhir.” Batinku lega. Akupun belum sempat menggunakan ilmu terlarang tersebut.
“Rangga terima kasih ..”Aku tak berani menatapnya. Sunyi. Tak ada jawaban.
Brukkk. Aku terkejut mendapati tubuh Rangga ambruk ke lantai. Aku berlari menubruknya.Oh.. Rangga. Darah. Rangga terluka dalam. Kuletakkan kepalanya di pangkuanku. Memberikan suntikan tenaga dalam untuk memulihkannya. Tapi dia tak memberikan reaksi yang berarti kecuali tubuh yang bergetar sebentar. Lukanya terlalu parah.
“Rangga ...Kenapa kamu mau menolongku hingga jadi seperti ini. Kenapa tidak biarkan aku mati saja?”
Dadaku terasa sakit. Mataku berkaca-kaca. Oh..Seandainya aku mendengar perkataan Rangga dari dulu. Seandainya aku mendengarnya tadi siang. Seandainya.....
“Rangga.. maafkan aku selama ini.” Bahuku naik bergerak naik turun. Air mataku luruh satu persatu.
“Kamu harus bertahan demi aku, Rangga.” Aku mulai panik. “Rangga bangun...Tolong bangun demi aku..” Aku menggoyang-goyangkan badannya. Tak ada respons darinya.
“Rangga...” Panggilku putus asa sembari menggoyangkan tubuhnya sekali lagi. Aku menangis hebat. Menagis keras tanpa bisa kubendung.
“Hmmpff...hahahaha..” Rangga tertawa keras. “Jangan nangis dong. Aku cuma menggodamu... ha.. ha.. ha..”
Mataku yang masih basah membulat besar. Ya ampuuun..Apa dia bilang ? menggodaku ? KURANG AJAR !!!!

ProfilPenulis:
1.    Nama        : DewiMutmainah
2.    TTL        : Bitung, 20 April 1996
3.    Alamat        : MAN Gombong
JalanKarangbolong KM 01 Gombong, Kebumen - 54413
4.    No. HP    : 0877 1510 1031